Gaji 7 juta sebulan sudah wajib zakat, begini cara menghitungnya

 

Zakat profesi atau zakat penghasilan adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat). Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, konten creator, afiliate marketing, youtuber dan sejenisnya.

Dalam terminologi klasik, jenis imbalan seperti ini disebut dengan u’thiyat. Pada perkembangannya, para pekerja dan pemilik keahlian ini justru memperoleh upah atau pendapatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bertani, beternak, atau berdagang.

Oleh karena itu, sangat tepat jika zakat diwajibkan kepada para pekerja yang mendapat upah dan gaji sebagaimana diwajibkan kepada petani dan pedagang. Dalam Q.S Al Baqarah: 267, Allah SWT mengisyaratkan bahwa zakat dikenakan kepada apa yang diusahakan (Al Kasbu).

Zakat penghasilan dihitung saat seseorang menerima penghasilan saat itu. Jika seseorang baru tahu kalau ada kewajiban menunaikan zakat penghasilan, maka gajian di bulan sebelumnya tidak dihitung sebagai wajib zakat. Jadi, dihitung berdasarkan penghasilan di bulan sesudah mengetahui kewajiban zakat penghasilan.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, penghasilan yang dimaksud ialah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lainnya yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai, karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

Nishab dan Kadar Zakat Penghasilan

Zakat penghasilan dikeluarkan dari harta yang dimiliki pada saat pendapatan/ penghasilan diterima oleh seseorang yang sudah dikatakan wajib zakat. Lalu siapa orang yang wajib menunaikan zakat penghasilan?

Seseorang dikatakan sudah wajib menunaikan zakat penghasilan apabila ia penghasilannya telah mencapai nishab zakat pendapatan sebesar 85 gram emas per tahun. Hal ini juga dikuatkan dalam SK BAZNAS Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Nisab Zakat Pendapatan dan Jasa, bahwa;

Nishab zakat pendapatan / penghasilan pada tahun 2023 adalah senilai 85 gram emas atau setara dengan Rp79.292.978,- (Tujuh puluh sembilan juta dua ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus tujuh puluh delapan rupiah) per tahun atau Rp6.607.748,- (Enam juta enam ratus tujuh ribu tujuh ratus empat puluh delapan rupiah) per bulan.

Dalam praktiknya, zakat penghasilan dapat ditunaikan setiap bulan dengan nilai nishab perbulannya adalah setara dengan nilai seperduabelas dari 85 gram emas (seperti nilai yang tertera di atas) dengan kadar 2,5%. Jadi apabila penghasilan setiap bulan telah melebihi nilai nishab bulanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari penghasilannya tersebut.

Baca Juga : Pemerintah Rilis 91 LAZ Berizin, Cari Tahu Lembaga Mana Saja

Ada banyak jenis profesi dengan pembayaran rutin maupun tidak, dengan penghasilan sama dan tidak dalam setiap bulannya. Jika penghasilan dalam 1 bulan tidak mencapai nishab, maka hasil pendapatan selama 1 tahun dikumpulkan atau dihitung, kemudian zakat ditunaikan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

Nishab Zakat Penghasilan 85 gram emas
Kadar Zakat Penghasilan 2,5%
Haul 1 tahun

 

Cara menghitung Zakat Penghasilan:

2,5% x Jumlah penghasilan dalam 1 bulan

Contoh:

Jika harga emas pada hari ini sebesar Rp938.099/gram, maka nishab zakat penghasilan dalam satu tahun adalah Rp79.292.978,-. Penghasilan Bapak Fulan sebesar Rp7.000.000/ bulan, atau Rp84.000.000,- dalam satu tahun. Artinya penghasilan Bapak Fulan sudah wajib zakat. Maka zakat Bapak Fulan adalah Rp175.000,-/ bulan.

Tunaikan zakat penghasilan Anda melalui LAZ Nahwa Nur dengan cara transfer via rekening:

BSI : 85 9984 9950

a.n. LAZ Nahwa Nur

Konfirmasikan zakat Anda untuk mendapatkan Bukti Setor Zakat (BSZ) sebagai pengurang pajak (PTKP).

Atau Online  melalui link ini  LAZ Nahwa Nur

Keutamaan Sedekah Air Yang Perlu Kita Tahu

Pentingnya Sedekah Air: Memberi Kehidupan, Mendatangkan Berkah

Air adalah salah satu anugerah terbesar yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia. Kehidupan kita, makhluk lain, dan alam semesta secara keseluruhan sangatlah tergantung pada air. Dalam Islam, memberikan sedekah air dianggap sebagai amal yang memiliki keutamaan luar biasa. Tidak hanya memberi manfaat kepada yang membutuhkan, tetapi juga mendatangkan berkah bagi pemberi sedekah.

Dalam hadis dinyatakan bahwa sedekah air menjadi salah satu jalan untuk mendapatkan pengampunan Allah SWT mendapatkan surga.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Kali tertentu ada seorang laki-laki yang berjalan. Di tengah perjalanan ia kehausan, ia menemukan sebuah sumur maka ia pun turun ke dalamnya dan meminumnya. Kemudian ia keluar, tiba-tiba ada seekor anjing yang menjilat-jilat tanah karena kehausan, lantas orang itu berkata: ‘Anjing ini benar-benar kehausan sebagaimana diriku.’ Kemudian ia turun lagi dan mengisi sepatunya dengan air sampai penuh, kemudian ia menggigit sepatunya dan naik ke atas lalu ia memberinya minum. Allah memuji perbuatan orang itu karena menolong anjing dan Allah mengampuni dosanya.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah menolong binatang juga memperoleh pahala?” Beliau menjawab: “Menolong setiap makhluk yang mempunyai limpa itu mendapatkan pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam suatu kesempatan, Saad bin Ubadah RA bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Memberi air.” (Shahih Abu Daud).

Sedekah air, sangat dianjurkan pula oleh Rasulullah SAW  yang pahalanya diniatkan untuk kedua orang tua kita yang telah meninggal.

Dari Anas : Sesungguhnya Sa’id Ubadah datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, tetapi beliau tidak memberikan wasiat. Apakah bermanfaat bagi dirinya kalau aku mengeluarkan sedekah atas namanya? Nabi bersabda : “ Ya. Dan hendaklah engkau memberikan sedekah dengan air .” ( HR Thabrani)

Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dari Sa’id bin Ubadah sendiri : Ia berkata : Wahai Rasulullah , ibuku telah meninggal, maka sedekah apakah yang lebih baik? Sabdanya : “ Air.” Lalu dia menggali sebuah telaga dan katanya : “ Telaga ini adalah untuk Ibu Sa’id .” ( HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban )

Selama air itu dimanfaatkan oleh makhlukNya, maka selama itu pula pahala akan mengalir untuknya hingga hari kiamat. Hal ini selaras dengan hadits berikut.

Dari Jabir ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim yang menanam tanaman, kemudian ia makan dari hasil tanaman itu termasuk sedekah baginya, juga bila hasil tanaman itu dicuri atau diambil orang, maka ia termasuk sedekah baginya.” (HR. Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan: “Seorang muslim yang menanam tanaman atau menabur benih kemudian hasil tanamannya itu dimakan oleh manusia, binatang, maupun sesuatu yang lain, maka semua itu merupakan sedekah baginya sampai hari kiamat.

Ada empat keistimewaan sedekah air yang bisa didapat

  • Pahala mengalir hingga liang lahat

Sebagai sumber kehidupan, air dibutuhkan dalam hajat hidup orang banyak. Selama terus mengalir dan terpelihara, maka orang yang memberikan sedekahnya ini pun akan terus mendapat pahala tidak terputus, atau pahala dari sedekah jariyah. Apalagi jika sedekah air ini diberikan dalam jumlah banyak, seperti untuk pembuatan sumur. Dimana air yang dipakai bisa lebih berkah. Digunakan untuk mandi, wudhu, dan kebutuhan penuh manfaat lainnya.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda sebagaimana berikut:

“Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga macam,  yaitu Sedekah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, serta anak sholeh yang mau mendoakannya. “

(HR Muslim).

  • Mendatangkan ampunan Allah SWT

Cerita lain mengenai keistimewaan sedekah air juga terdapat dari kisah terkenal seorang hamba yang berbagi air minum kepada seekor anjing. Disebutkan dalam hadits Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, “Suatu ketika seorang laki-laki sedang kehausan di perjalanan, kemudian dia menemukan sumur dan minum, lalu melihat seekor anjing menjilat tanah karena haus.”

Demi Allah, anjing ini menderita kehausan sebagaimana saya. Dia pun mengisi sepatunya dengan air dan memberi minum kepada anjing itu. Karena hal itu, Allah bersyukur dan mengampuni dosanya.

Para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam memberikan makanan dan minuman kepada hewan-hewan kami? Rasulullah menjawab: “dalam setiap hal yang diberikan kepada perut hidup ada pahalanya.”

  • Pahala di hari kiamat

Keistimewaan sedekah air satu ini mungkin belum banyak orang yang tahu. Namun, meski hanya setetesnya saja, sedekah air ternyata mampu menjadi salah satu penyelamat kita di hari kiamat nanti. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Jabir, dia berkata:

“Barangsiapa menggali air, maka tiada meminum darinya makhluk hidup dari bangsa jin, manusia, dan burung kecuali Allah akan memberinya pahala di hari kiamat.”

Baca Juga : Ini Kata Ust Lukmanul Hakim ketika kita bersedekah, ada hal yang tak terduga

  • Merupakan bentuk pertolongan antar sesama manusia

Misalnya hadir sebagai bentuk bantuan yang Sahabat berikan kepada suatu daerah yang alami kekurangan air bersih. Maka, sedekah air yang diberikan orang tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya ini bisa sangat berguna dan menjadi hadiah pertolongan mereka dari Allah lewat manusia lainnya. Ini sama halnya dengan mempermudah kesulitan yang sedang dihadapi oran lain.

Namun, bahkan tak hanya satu, tetapi dalam jumlah banyak. Tidak terbayang bukan, berapa besar keutamaan yang bisa datang dari sedekah air tersebut?

Bagi #Teman Baik yang ingin mendapatkan keutamaan pahala sedekah air bisa ikut dalam program Program Sedekah Air Bersih . Program untuk membantu pemenuhan air bersih bagi lebih dari 35 ribu warga Kabupaten Bogor yang terdampak kekeringan.

Setelah baca artikel ini anda akan semangat berpuasa di bulan Muharram

Bulan Muharram, merupakan bulan suci pertama dalam kalender Hijriah. Di dalam bulan ini terdapat dua hari istimewa yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram, yang memiliki keutamaan khusus dalam agama Islam. Dalam konten ini, kita akan menggali keutamaan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW, serta melihat pandangan dari para ulama di Indonesia.

Keutamaan Puasa Tanggal 9 Muharram: Tanggal 9 Muharram adalah hari di mana Nabi Musa AS dan umatnya berhasil diselamatkan dari penindasan Fir’aun dengan dipecahnya Laut Merah. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW menyatakan bahwa puasa pada hari Asyura (9 Muharram) dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu. (HR. Muslim) Keutamaan puasa pada tanggal 9 Muharram ini merupakan kesempatan bagi umat Muslim untuk memperoleh pengampunan dari Allah SWT atas dosa-dosa yang telah lalu.

Keutamaan Puasa Tanggal 10 Muharram (Hari Asyura): Tanggal 10 Muharram, atau yang juga dikenal sebagai Hari Asyura, memiliki beberapa keutamaan yang penting dalam agama Islam. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda bahwa puasa pada Hari Asyura dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu. (HR. Muslim) Rasulullah SAW juga menyarankan untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram, sebagai bentuk ibadah dan mengikuti kebiasaan para nabi sebelumnya.

Pendapat Para Ulama di Indonesia tentang Puasa 9 dan 10 Muharram: Para ulama di Indonesia umumnya sepakat tentang keutamaan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Mereka menekankan bahwa puasa ini tidak hanya berasal dari tradisi, tetapi juga berdasarkan dalil yang kuat dari hadis Nabi Muhammad SAW. Puasa pada tanggal 9 Muharram, seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, merupakan amalan sunnah muakkadah, atau sunnah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan. Sementara itu, puasa pada tanggal 10 Muharram (Hari Asyura) adalah amalan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Baca juga :

Ini Kata Ust Lukmanul Hakim ketika kita bersedekah, ada hal yang tak terduga

Masih menyalurkan Zakat sendiri, sepertinya perlu baca artikel ini

Dalam menjalani bulan Muharram, ada dua hari di mana umat Muslim menjalani puasa. Dua hari ini adalah tanggal 9 dan 10 Muharram, dimana dikenal dengan puasa ‘Asyura.

Nabi biasa berpuasa pada hari Asyura. Ketika dia datang ke Madinah, dia menemukan orang-orang Yahudi di Madinah juga berpuasa pada hari ini untuk mengingat Nabi Musa.

Nabi mengagumi tradisi ini dan berkata kepada orang-orang Yahudi, “Saya lebih dekat dengan Musa daripada Anda”. Nabi lantas ikut berpuasa dan menyuruh para sahabat untuk berpuasa pada hari ini.

Kemudian, sebelum akhir hayatnya, Nabi menyuruh umat Islam untuk menambahkan hari ke-9 juga saat berpuasa. Oleh karena itu, dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram.

Selain itu, Almarhum Syekh Sayyid Sabiq dalam bukunya yang terkenal, Fiqh As-Sunnah, menyatakan Abu Hurairah melaporkan: “Saya bertanya kepada Nabi SAW, ‘Shalat manakah yang paling utama setelah shalat wajib?’, Beliau menjawab, ‘Sholat tengah malam’. Saya bertanya, ‘Puasa manakah yang paling baik setelah Ramadhan?’, Dia berkata, ‘Bulan Allah yang kamu sebut Muharram'”.

Humayd bin Abd al-Rahman bin Auf mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan berkata dari mimbar pada hari Asyura, di tahun ia melakukan haji. Muawiyah bin Abi Sufyan berkata, “Hai penduduk Madinah, di mana orang-orang terpelajar kalian? Saya mendengar Rasulullah SAW mengatakan tentang hari ini, ‘Ini adalah hari Asyura, dan puasa itu tidak disyariatkan bagimu. Aku sedang berpuasa, barang siapa di antara kalian yang ingin berpuasa boleh melakukannya, dan barang siapa yang tidak mau, tidak wajib'”.

Patut dicatat, ulama Muslim telah menyatakan puasa Asyura ada tiga tingkatan sebagai berikut:

1- Puasa tiga hari, yaitu pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram

2- Puasa tanggal 9 dan 10 Muharram

3- Puasa hanya tanggal 10 Muharram.

Selain puasa, pada tanggal 9 dan 10 Muharram, ada beberapa amalan lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan ibadah dan mendapatkan keberkahan. Beberapa di antaranya adalah:

  • Memperbanyak ibadah shalat, dzikir, dan doa.
  • Bersedekah dan membantu sesama, khususnya bagi yang membutuhkan.
  • Membaca Al-Quran dan merenungkan maknanya.

Puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram adalah amalan yang memiliki keutamaan khusus dalam agama Islam. Dengan berpuasa pada dua hari istimewa ini, umat Muslim memiliki kesempatan untuk memperoleh pengampunan dosa dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Pandangan dari para ulama di Indonesia menguatkan keutamaan ini, dan mengajarkan umat Muslim untuk menjalankan amalan ini dengan ikhlas dan penuh keyakinan. Semoga amalan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram membawa berkah dan mendekatkan kita kepada Allah SWT. Selamat menjalankan ibadah puasa pada hari-hari bersejarah tersebut.

 

Ternyata begini hukum Qurban untuk orang yang sudah meninggal

Hari raya Idul Adha mengandung makna semangat berbagi yang diturunkan oleh Nabi Ibrahim AS. Agama islam sangat menganjurkan umat islam yang mampu untuk bisa menunaikan Qurban. Lantas, bagaimana jika seseorang melaksanakan ibadah tahunan ini untuk nama seseorang yang telah wafat? Bagaimana hukum kurban orang meninggal?

Seperti kita ketahui, terdapat banyak manfaat dari berkurban, salah satunya mendapatkan pahala dan ridha dari Allah SWT, dan tentunya saling berbagi kebahagiaan kepada mereka yang membutuhkan. Terlebih di masa pandemi seperti saat ini, berbagi daging kurban dirasa memberi banyak manfaat.

Namun bagaimana hukumnya membayarkan kurban bagi orang yang sudah meninggal? Terkait hal ini, ada berbagai pendapat yang berbeda.

Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)

Namun ada pandangan lain yang menyatakan kebolehan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dikemukakan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi. Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.

“Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406)

Pendapat yang lain para ulama menganalogikan kepada sabda Rasulullah SAW, dari Ibnu Abbas RA bahwa seorang wanita dari Juhinah datang kepada Nabi SAW dan berkata,

“Ibu saya telah bernazar untuk pergi haji, tapi belum sempat pergi hingga wafat, apakah saya harus berhaji untuknya?”

Rasulullah SAW menjawab, ”Ya pergi hajilah untuknya. Tidakkah kamu tahu bila ibumu punya hutang kamu akan membayarkannya? Bayarkanlah hutang kepada Allah karena hutang kepada-Nya lebih berhak untuk dibayarkan.” (HR. Al-Bukhari)

Baca Juga : Prioritas mana bayar hutang atau ber Qurban

Perbedaan kurban nadzar (wajib) dan sunnah untuk orang yang telah wafat

Dari hadist itu para ulama menyimpulkan jika seseorang bernadzar, maka menjadi kewajiban untuk anak atau ahli warisnya untuk berkuraban atas nama almarhum atau almarhumah. Namun, apabila tidak bernadzar, maka terdapat ikhtilaf di kalangan ulama, namun sebagian ulama berpendapat dibolehkan untuk kebaikan pekurban dan kebaikan-kebaikan almarhum atau almarhumah.

Ulama Abu Al-Hasan Al-Abbadi mengatakan bahwa menunaikan kurban untuk orang yang telah meninggal hukumnya sah dan disebut sebagai sedekah yang menjadi amalan kebaikan untuk jenazah.

Kurban termasuk ibadah yang diperuntukkan untuk orang mampu, namun belum bisa menunaikan ibadah haji. Untuk seseorang yang telah melaksanakan haji juga dianjurkan untuk berkurban, selama tidak mengabaikan kewajiban untuk diri sendiri, keluarga, dan orang terdekat.

Berbaktilah kepada mereka yang telah berjasa dalam hidup kita dengan hadiah dari kurbanmu. Jangan khawatir, kurban di LAZ Nahwa Nur  bikin tenang karena bisa pesan online dari rumah dengan kualitas hewan kurban dijamin sehat, bugar dan baik. Yuk, Qurban Untuk Saudara DI Pelosok Negeri dengn cara KLIK DISINI

Sumber : baznas.go.id dan dompetdhuafa.org

Prioritas mana bayar hutang atau ber Qurban

Di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan tanggung jawab dan kewajiban, seringkali kita dihadapkan pada pilihan sulit antara menunaikan ibadah qurban atau membayar hutang. Baik qurban maupun membayar hutang adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang Muslim. Namun, untuk menentukan prioritas mana yang harus didahulukan, penting bagi kita untuk mempertimbangkan beberapa faktor yang meliputi kewajiban agama, kebutuhan finansial, dan konteks individu.

  1. Kewajiban Agama: Qurban adalah salah satu ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam. Ibadah qurban merupakan pengorbanan hewan yang dilakukan pada hari raya Idul Adha sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah dan sebagai pengingat tentang pengorbanan Nabi Ibrahim. Meskipun membayar hutang juga penting, kewajiban agama memiliki prioritas yang lebih tinggi. Oleh karena itu, jika memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan ibadah qurban dan juga membayar hutang, menunaikan qurban lebih baik dilakukan terlebih dahulu.
  2. Kebutuhan Finansial: Setiap individu memiliki situasi finansial yang berbeda. Jika seseorang sedang menghadapi kesulitan keuangan dan memiliki hutang yang mendesak yang perlu segera diselesaikan, membayar hutang mungkin menjadi prioritas yang lebih tinggi. Hutang yang tidak dibayar dapat menimbulkan masalah yang lebih serius, seperti peningkatan bunga atau konsekuensi hukum. Jadi, dalam situasi seperti ini, mengutamakan pembayaran hutang lebih masuk akal daripada menunaikan qurban.
  3. Konteks Individu: Keputusan antara qurban dan membayar hutang juga harus dipertimbangkan berdasarkan konteks individu. Jika seseorang memiliki hutang yang besar dan sangat mempengaruhi stabilitas kehidupan sehari-hari, maka membayar hutang harus menjadi prioritas utama. Namun, jika seseorang memiliki hutang yang lebih kecil dan dapat dikelola dengan baik, serta memiliki dana yang cukup untuk menunaikan qurban, maka menunaikan ibadah qurban harus menjadi prioritas.

Dalam Islam, kedua kewajiban ini memiliki nilai penting. Oleh karena itu, jika memungkinkan, disarankan untuk menunaikan keduanya dengan tetap memperhatikan prioritas sesuai dengan situasi dan kondisi finansial masing-masing individu. Bisa jadi, dengan mengelola keuangan dengan bijaksana dan membuat anggaran yang tepat, seseorang dapat mengalokasikan dana untuk qurban dan membayar hutang secara bersamaan.

Bersumber dari  yang disampaikan oleh Dr. Oni Sahroni, MA dalam kajian konsultasi syariah , terlebih dahulu kita perlu membedah kondisi hutang yang perlu dibayar. Pertama, apakah utang tersebut jatuh tempo atau belum. Kedua apakah kewajiban atau hutang tersebut adalah hutang primer, sekunder atau pelengkap. Kenapa harus dipilah? karena tradisi berhutang untuk sebagian masyarakat nyaris tidak dapat dihindarkan. Kondisi yang sebagian masyarakat atau keluarga kita harus membayar spp bulanan untuk anak-anaknya. Bahkan ada sebagian masyarakat memiliki hutang untuk kebutuhan sekunder, kebutuhan pelengkap. Maka ditengah kondisi tersebut tidak dapat direspon dan dijawab dengan langsung menjawab ‘Ya atau Tidak’. Tapi harus dipilah  kembali menjadi 2 bagian yaitu:

  1. Saat hutang atau kebutuhannya jatuh tempo, kebutuhan hutang yang halal atau primer atau sekunder, maka membayar kewajiban atau hutang didahulukan. Seperti terjadi dalam satu waktu dimana seseorang dalam satu waktu harus membayar hutang kepada pihak lain misalnya 5 juta pada saat yang sama memiliki keinginan untuk berqurban maka membayar hutang kepada pihak lain didahulukan. Contoh ini memperjelas kondisi bahwa hal ini terjadi dalam satu waktu dimana harus didahulukan salah satunya. Hal ini sebagaimana tuntunan hadits Rasulullah SAW, salah satu substansinya adalah menunda-nunda pembayaran kewajiban kepada pihak lain tidak dibolehkan atau makna lainnya membayar dengan tepat waktu itu menjadi kewajiban.
  2. Jika kewajiban atau utangnya itu belum jatuh tempo, pilihan untuk berqurban atau bayar utang tidak pada waktu yang sama, maka berqurban menjadi keutamaannya. Seperti sebagian keluarga kita, setiap bulan memiliki kewajiban seperti setiap tanggal 1 bayar SPP anak-anak, setiap tanggal 5 membayar asuransi pendidikan anak-anak di asuransi syariah, setiap tanggal sekian mengirim nafkah untuk orang tua dan mertua. Dalam perencanaan keuangan keluarga semua ada tanggalnya dan menjadi kewajiban. Dalam kondisi ini, bisa menjadi pilihan dan keutamaan untuk berqurban karena pilihannya dalam waktu yang longgar. Sehingga saat seseorang memilih berqurban di pertengahan bulan dan ia masih bisa berikhtiar untuk menunaikan utang kewajiban seperti spp anak-anak dan lain-lain tepat pada waktunya. Disini berqurban menjadi keutamaan dan pilihan. Keutamaan, fadilah bagi setiap kelurga yang berqurban.

Jadi kesimpulannya, memilih qurban dahulu atau bayar hutang dahulu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi. Jangan sampai memiliki hutang menjadi sebuah alasan untuk tidak berqurban karena berqurban memiliki banyak keutamaan.

Baca juga : Ini Kata Ust Lukmanul Hakim ketika kita bersedekah, ada hal yang tak terduga

Mau menunaikan Qurban yang manfaatnya untuk warga pelosok negeri klik DISINI